Sabtu, 26 Juli 2008

HM Soeharto Tokoh Setara dengan Bung Karno

Mantan Presiden Soeharto dinilai sebagai tokoh yang setara dengan bapak bangsa, Soekarno. Keduanya meraih prestasi mengagumkan sejak muda, dan jatuh dari posisi politiknya dengan cara menyakitkan.
Hal tersebut mengemuka dalam peluncuran buku Soeharto, The Life and Legacy of Indonesian's Second President karangan Retnowati Abdulgani-Knapp, di Jakarta, Rabu (25/4).
Hadir sebagai pembicara, mantan Menteri Transmigrasi dan Tenaga Kerja Siswono Yudo Husodo, Retnowati, mantan Ketua umum PP Muhammadiyah Syafii Maarif, mantan rektor UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra, dan Pemred Harian Kompas Suryopratomo.
Turut hadir beberapa tokoh nasional seperti pengusaha Bob Hasan, mantan Kepala Bulog dan pengusaha Bustanil Arifin, budayawan Rosihan Anwar, serta Menneg PP Meuthia Hatta-Swasono.
Menurut Siswono, kemiripan Soeharto dan Soekarno sebagai dua sosok pemimpin yang hebat bisa dilihat dari jejak kepemimpinan dan kejatuhannya. Sejak usia 30 tahun, Soekarno menyampaikan pidato fenomenal Indonesia Menggugat. Di usia 44 tahun, bersama Bung Hatta, Bung Karno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Sedang Soeharto, kata Siswono, memimpin aksi militer pertempuran enam jam di Yogyakarta tahun 1949. Di usia 43, kata Penasehat Himpunan Kerukunan Tani Indonesia itu, Soeharto menjadi panglima operasi Mandala Siaga merebut Irian barat dari Belanda. Di usia 42, dia menumpas pemberontakan PKI 1965 dan kemudian menjadi presiden dua tahun kemudian.
Jejak kejatuhan keduanya juga tak berbeda. Menurut Siswono, Soekarno jatuh karena terlalu memberi angin pada PKI. Sedang Soeharto terlalu memberi peluang pada Konglomerat yang kemudian menipunya melalui sebuah konspirasi dan berakhir pada melorotnya ekonomi Indonesia.
"Salah satu tolak ukur keberhasilan pemimpin menyiapkan estafet kepemimpinan secara harmonis dan damai. Hal itu juga tak dipunyai Pak Harto dan juga tak dipunyai Bung Karno. Mereka berdua naik dengan dukungan rakyat, namun diturunkan dengan cara khusus," jelas Siswono.
Hal senada disampaikan Rosihan Anwar. Kepada Media Indonesia, wartawan senior ini mengatakan kedua tokoh tersebut telah melakukan banyak hal dan telah menjadi pemimpin besar untuk bangsa Indonesia.
"Kalau mau membedakan atau membandingkan keduanya, saya katakan Soekarno sebagai a great nation builder, dan Soeharto sebagai a great national builder," tandas Rosihan.
Buku Soeharto, The Life and Legacy of Indonesian's Second President merupakan otobiografi yang ditulis Retnowati berdasarkan hasil pertemuan pribadinya dengan Soeharto. Buku setebal 351 halaman tersebut berisi lima bab.
Bab pertama berisi mimpi-mimpi Soeharto sejak kecil di kampung halamnnya, Kemusuk Yogykarta. Bab kedua menceritakan perjalanan karir militer Soeharto. Bab tiga menceritakan pengalaman Soeharto mengurus Indonesia saat menjadi presiden.
Bab Empat mengisahkan yayasan-yayasan yang dibentuk Soeharto. Ini yang kemudian menjadi batu sandungan, dan berbuah tuntutan hukum setelah Pak Harto tak lagi menjabat presiden.
Termasuk perasaan Soeharto dikhianati orang-orang skelilingnya yang meninggalkannya sesudah dia tak lagi berkuasa. Nama mantan presiden Habibie disebut-sebut menjadi salah satu yang tak mau ditemui Soeharto hingga saat ini.
Sedang bab terakhir merupakan refleksi penulis atas jalan hidup Soeharto
Saat berbicara dalam acara peluncuran buku, Retnowati menekankan kemiripan hidup Soeharto dan Soekarno. Menurutnya, kedua tokoh tersebut dilahirkan dalam tingkat intelejensi dan keingintahuan tinggi yang tumbuh secara natural. Soekarno dan Soeharto, menurutnya, tokoh yang tampan secara fisik dengan kehidupan melegenda.
"Keduanya juga memakai cara pragmatis untuk mencapai tujuan politik," kata Retnowati.
Tragisnya, lanjut Retno, dua mantan presiden yang paling lama memegang tampuk kekuasaan itu, sama-sama harus menanggung pengkhianatan orang-orang terdekatnya saat kekuasaannya berakhir.
"Saat ini Soeharto sangat dikucilkan dari orang yang dulunya memuja. Hanya karena jati dirinya yang kuat yang membuat mereka masih kelihatan tersenyum," tandas Retno.
Tentang hubungan yang memburuk antara Soeharto dan Habibie di masa tua, Azyumardi Azra menilai kisah tersebut justru menunjukkan perbedaan buku karangan Retno dengan buku sebelumnya tentang Soeharto. Kata dia memang setelah kejatuhan Soehartp, banyak temannya yang loncat meninggalkan dia.
"Sebagai seorang manusia, tentu saja itu mengecewakan Pak Harto. Walaupun ada upaya rekonsiliasi dari Habibie, lagi-lagi sebagai manusia, Pak Harto belum bisa memaafkan," ujarnya.
Sementara Syafii Maarfi justru melihat fenomena tersebut sebagai sebuah ironi yang parah betapa mahalnya sebuah harga maaf bagi masyarakat Indonesia. Gejala tersebut, kata Syafii, merupakan gejala umum elit pimpinan Indonesia yang kembali terulang dalam hubungan mantan presiden Megawati dan presiden SBY.
"Saya dengar sampai hari ini hubungan mereka tetap beku. Saya tak tahu dimana letak pokok pangkalnya, mengapa elit bangsa ini tak mampu mengembangkan kultur maaf antara satu sama lain," kata Syafii.

Tidak ada komentar: